Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Bagian Kesebelas
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Paragrap 1
Nama, Obyek dan Subyek Pajak

Pasal 75

Dengan nama Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dipungut pajak atas Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.

Pasal 76

(1) Obyek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak Atas tanah dan/atau Bangunan.
(2) Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana di maksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemindahan hak karena :
1) jual beli;
2) tukar menukar;
3) hibah;
4) hibah wasiat;
5) waris;
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang;
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) penggabungan usaha;
11) peleburan usaha;
12) pemekaran usaha; atau
13) hadiah.
b. Pemberian hak baru karena :
1) kelanjutan pelepasan hak; atau
2) diluar pelepasan hak.
(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun; dan
f. hak pengelolaan.
(4) Obyek pajak yang tidak dikenakan Be
a Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah obyek pajak yang diperoleh:
a. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
b. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
c. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan
d. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Pasal 77

(1) Subyek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan /atau Bangunan.
(2) Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan /atau Bangunan.

Paragrap 2
Dasar Pengenaan, Tarip Pajak dan Penghitungan
Pasal 78
(1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak.
(2) Nilai Perolehan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal :
a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar menukar adalah nilai pasar;
c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. waris adalah nilai pasar;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. hadiah adalah nilai pasar;dan/atau
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.
(3) Jika Nilai Perolehan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
(4) Dalam NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan pada saat terutangnya pajak, NJOP Pajak Bumi dan Bangunan dapat didasarkan pada Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan

(5) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diperoleh di Instansi yang berwenang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

(6) Besarnya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak.

(7) Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 79

Tarip Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebesar 5 % (lima persen).


Pasal 80
(1) Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dima ksud dalam Pasal 78 ayat (1) setelah dikurangi Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (6).
(2) Dalam hal NPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) tidak diketahui
atau lebih rendah dari NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadi perolehan, besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarip sebagaimana dimaks
ud Pasal 79 dengan NJOP PBB setelah dikurangi NPOPTKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (6).

Pasal 81
(1) Saat terutangnya Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan /atau Bangunan ditetapkan untuk :
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
ke kantor bidang pertanahan;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
i. pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
j. pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya
surat keputusan pemberian hak;
k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
l. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
m. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
o. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang.
(2) Pajak yang terhutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 82
(1) Pejabat pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
(2) Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
(3) Kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran Hak atas Tanah atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Pasal 83
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas tanah dan/atau Bangunan kepada Bupati paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 84
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif, berupa denda sebesar Rp. 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

(3) Kepala kantor bidang pertanahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.